Ini adalah cerpen yang dibuat untuk tugas B.Ind

Saya mencomot chara dari Kuroshitsuji

cerpen kah ini? Atau Fanfic?

hahahaha

TITLE : RED  / MERAH
Disclaimer : Kuroshitsuji bukan punya saya. Kalau sebasxx punya saya, pasti saya suruh bersihkan kamarku tiap hari, nganter  saya ke les, buatin kue pai sama earl grey. untung Ciel bukan punya saya, kalo punya saya, nanti jadi bantal peluk. WAKKAKAKAKAAK

 Keluarga Phantomhive adalah keluarga yang aneh, misterius dan tertutup. Begitulah kata orang-orang. Keluarga ini adalah keluarga keturunan bangsawan yang merupakan kepercayaan Raja dan Ratu Inggris selama beberapa generasi. Saat ini, kepala keluarga tersebut adalah seorang bocah berumur 12 tahun Ciel Phantomhive. Orang-orang pasti bertanya, mengapa anak laki-laki berumur sekecil itu dapat memimpin keluarga bangsawan yang dipuja-puja dan agung seperti itu? Tapi jangan meremehkan kemampuannya dalam memimpin keluarga ini. Walaupun kecil, dia sudah bertindak seperti orang dewasa.
 Ceritanya panjang, konon, keluarga Phantomhive adalah keluarga yang baik, terbuka dan selalu membantu orang miskin, kepala keluarga saat itu adalah ayah dari Ciel, Earl Phantomhive. Sebuah bencana menimpa keluarga Phantomhive tersebut, kebakaran melalap habis mansion keluarga itu, dan anehnya yang selamat hanya Ciel dan kakak perempuannya yang bernama Cielle, dan dua pelayan keluarga itu.

***
“Ciel?” aku berada di lorong tempat menuju ruang kerja Ciel di mansion besar milik keluarga Phantomhive, karpet merah menghiasi jalan di sepanjang jalan lorong. Pigura-pigura besar dan lukisan-lukisan antik terpampang disepanjang dinding itu.
“Ciel” panggilku sekali lagi. Tak ada jawaban.
Kriettt…
Pintu paling ujung lorong tempatku berjalan perlahan-lahan terbuka, dari dalamnya keluarlah kepala pelayan keluarga ini, Aschalia Michaelis.
Ada lima pelayan yang bekerja di mansion ini, kepala pelayan, Aschalia, dan kakaknya Sebastian Michaelis—yang merupakan juru masak disini. Tiga pelayan selanjutnya, bisa dibilang hampir tidak bekerja, Ciel yang membawa mereka kesini, karena mereka yatim piatu, yaitu Mayleen, Bard, dan Finny. Tamu-tamu yang datang pasti merasa aneh karena mereka tidak bisa bekerja, tapi mereka menjadi pelayan di mansion Phantomhive ini. Sebenarnya, aku tahu Ciel punya tujuan sendiri mempekerjakan mereka, yaitu, kekuatan misterius ketiga pelayan ini, untuk menjaga mansion ini. Sehingga mansion ini tak perlu mengulangi kepahitan seperti ayah kami dulu. Pikiranku mulai terbayang kesana, dimana kedua orang tua kami meninggal…Aura kelam mulai menghiasi hatiku bila memikirkannya lagi.
“Nona, Tuan muda Ciel sekarang sedang sibuk mengurus dokumen kerajaan, dan Tuan muda Ciel berpesan agar nona dapat menemuinya jam 4 sore nanti” kata Aschalia yang saat itu mengenakan pakaian pelayan eropa yang elegan.
“Oh..” gumamku, mataku terarah kearah jam antik yang berada di dinding. Jam 1.30 siang.
“Adakah yang perlu disampaikan kepada Tuan muda, nona Cielle?” tanyanya lagi dengan sopan.
“Ah! Tidak, tidak ada. Terima kasih Aschalia”
“Kalau begitu, saya permisi dulu” Aschalia membungkuk, lalu mendorong kereta dorongnya yang masih penuh berisi makanan melewatiku. Aku berpikir, Ciel tidak makan lagi hari ini? Sesibuk itukah Ciel? Makanan buatan Sebastian kan enak?
Aku berjalan mendekat ke pintu dimana Ciel sedang bekerja. Kurasa tugas kerajaan itu terlalu berat untuk anak berumur 12 tahun sepertinya. Aku membuka pintu itu perlahan.
“Aschalia? Bisakah kau memindah dokumen…” 
Perkataan Ciel terhenti, melihat bahwa yang berdiri diambang pintu bukanlah Aschalia, tapi aku, kakaknya.
“Kakak? Bukankah aku memintamu untuk tidak menemuiku sampai jam 4?” Ciel melanjutkan perkataannya, tangannya sibuk memilah-milah kertas.
“Ciel, Kenapa kau tidak memakan makan siangmu lagi?” tanyaku.
“Aku sibuk, kak. Elizabeth juga akan berkunjung dengan Madam Red nanti malam. Aku tak yakin dokumen akan selesai” jawabnya.
Elizabeth adalah tunangan Ciel, dia juga keturunan bangsawan dan mempunyai darah keluarga kerajaan, sedangkan Madam Red, menurutku, dia adalah orang eksentrik yang sangat menyukai warna merah. Madam Red adalah bibi kami. Tepatnya Madam Red adalah adik dari ibu kami. Nam aslinya adalah Aunt Angelina, aku memanggilnya begiru.
“Makanlah sedikit Ciel, aku akan meminta Sebastian membuat kue pai kesukaanmu. Mau ya?” pintaku. Ciel adalah adik laki-lakiku satu-satunya. Kalau ia jatuh sakit, aku akan sangat panik.
“….baiklah” Akhirnya adikku itu mengiyakan, walaupun aku mendengar ada sedikit nada ogah dalamnya, tapi aku senang karena Ciel adalah tipe orang yang dingin namun sebenarnya baik.
“Kalau begitu, aku akan membawanya padamu segera” kataku ceria, sambil berlari-lari kecil menuju pintu.
“Hei…Hati-hati” katanya sambil mendesah.
“Iya, Ciel…” jawabku cepat.
Aku menyengir, aku sangat suka sifat Ciel itu. Adikku satu-satunya. Oh ya, aku belum menceritakan bahwa ada rahasia lain di keluarga Phantomhive ini bukan? Sebenarnya, kami adalah tangan kanan Ratu Inggris yang bertugas menghapus seluruh bukti salah yang memojokkan Ratu dan kerajaannya. Ini adalah tugas sebagai keluarga Phantomhive. Tugas ini cukup berat karena, ada saja oknum-oknum yang tak menyukai keluarga kerajaan, dan Phantomhive jadi korbannya karena selalu menyembunyikan kesalahan keluarga kerajaan, aku sempat berpikir karena hal inilah, Ayah, Ibu dan seluruh pelayan dibakar oleh mereka yang tak bertanggung jawab.
Kakiku dengan cepat menuruni anak tangga, aku tidak mau memikirkan tentang itu lagi. Ketika aku sampai ke ruangan dansa, aku secara kebetulan bertemu dengan Sebastian dan Aschalia yang tengah membicarakan sesuatu dibawah tangga.
“As..”
“Bagaimana ini Sebastian? Tuan muda Ciel tidak mau memakan makan siangnya sedikit pun, bagaimana kalau Tuan muda sakit…” Aschalia terlihat bingung sekali. Aku terdiam. Sebastian yang melihatku berada diatas tangga menuju mereka,langsung mengisyaratkan diam pada Aschalia dan membungkuk memberi salam hormat.
“Selamat Siang, Nona Cielle” katanya sopan.
“Selamat Siang, Nona Cielle” Aschalia mengikutinya.
Dahiku sedikit mengerut.
“Ehm, Sebastian, bisakah kau membuatkan kue pai kesukaan Ciel?”
“Tentu saja dengan segera, My lady, ada yang lain?” tanyanya.
“Tidak” kataku sambil mengeleng-gelengkan kepala.
“Baiklah kalau begitu” Sebastian dengan cepat berjalan menuju dapur. Sampai punggungnya tidak terlihat lagi, aku melanjutkan menuruni tangga.
“Nona, saya khawatir sekali terhadap kesehatan tuan muda…” Aschalia tiba-tiba berbicara.
Kali ini dahiku mengerut hampir seluruhnya
“Aku tahu, tugas kerajaan berat, dia tidak mau makan meski aku membujuknya. Aku harap Madam Red dan Elizabeth bisa membujuknya” jawabku.
Aschalia masih terlihat bingung.
“Tenanglah Aschalia, kau tahukan siapa yang akan sangat panik bila Ciel sakit?” ujarku tersenyum, berusaha menenangkan diri.
“Ya, Nona” Aschalia mengiyakan.
Sebelumnya sudah ada kejadian begini, begitu Ciel sakit aku langsung pusing tujuh keliling dan hampir pingsan karena aku sangat menjaga adikku satu itu. Aschalia sepertinya tak ingin kejadian itu terjadi, begitu pula aku. Karena Ciel sakit, aku terpaksa menggantikannya menjadi mata-mata keluarga kerajaan, dan seperti yang kalian ketahui, aku yang ceroboh ini tak mungkin mengerjakan dengan lancar, sampai-sampai Ciel—yang dibantu Sebastian, menyusulku.
Aku menghela napas. Sepertinya aku hanya jadi beban saja.

Ding…Dong…
Jam raksasa di aula tengah berbunyi, dan menghiasi keheningan yang ada di mansion ini. Maklumlah, mansion ini sepi, hanya Ciel, Aku, Aschalia, Sebastian dan tiga pelayan lain yang kerjanya main-main seperti yang sudah kujelaskan, yaitu Mayleen, Bard dan Finny yang ada. Mansion ini selalu sepi dan sunyi—kecuali Elizabeth dan Madam Red datang dan membuat mansion ini berantakan—orang-orang pun takut memasuki mansion ini. Jam raksasa itu akan berbunyi setiap 1 jam, huh, sudah jam 2 ya? pikirku.
“Nona, saya permisi dulu, saya akan mempersiapkan hidangan makan malam untuk Elizabeth dan Madam Red yang akan berkunjung malam ini” Aschalia membungkuk, lalu pergi, hanya detakan sepatu pelayannya yang terdengar menggema di ruangan dansa ini.
“Kurasa Sebastian akan mengantar kue pai itu” aku berbicara sendiri dan berjalan menuju kamarku.
Sesampainya di kamarku, aku menghempaskan badanku ke ranjangku yang empuk dan bercorak mahkota dengan sulaman emas disetiap pinggirnya. Aku jarang pergi keluar jadi aku selalu duduk termenung di ranjangku atau berlatih dansa dengan Mayleen di ruangan dansa. Aku mengadahkan kepalaku ke atas, langit-langit kamarku juga terlihat mewah, lampu gaya eropa kuno yang menggantung ditengah-tengahnya, kristal-kristal dari lampu itu mengantung membentuk lingkaran dengan kristal yang paling besar ditengahnya. 

Tok, tok tok.

Ketukan di pintuku membuyarkan lamunanku. Sebastian masuk membawa dua kereta makan yang diatasnya ada kue pai yang masih panas, yang kelihatan baru saja keluar dari oven, wanginya menghampiri hidungku. Hmm, ini pasti kue pai rasa raspberry, saraf-saraf hidungku memberitahuku.
“Ini nona, saya bawakan kue pai raspberry dan teh Earl Grey kesukaan Anda dan Tuan muda Ciel” katanya sambil mendorong satu kereta dorong yang berisi kue-kue kecil untuk jamuan Afternoon Tea dan kue pai.
“Tolong kau antarkan untuk Ciel” perintahku sambil duduk di tepi ranjang.
“Sesuai kehendak Anda” jawabnya cepat.
“Terima Kasih, Sebastian” kataku.
“Kalau begitu, permisi” katanya sambil mendorong kereta satunya lagi.
Pintu kamarku tertutup pelan.
Sebenarnya aku malas memakan kue pai dan kue-kue jamuan sore itu. Tapi karena Sebastian sudah membuatnya, aku harus memakannya. Aku mengambil sepotong kue pai itu, dan memakannya. Rasa yang khas di setiap kue pai buatan Sebastian meleleh dimulutku. Rasa raspberry dan madu membuat lidahku manis, namun tidak merasa mual. Tiba-tiba aku merasa sangat mengantuk. Lalu, dengan sukses, aku tertidur…

***
 Tepat pukul 3.40 sore, sebuah kejadian membangunkanku. Waktu berjalan begitu cepat. Mayleen, Bard dan Finny berteriak-teriak histeris. Aschalia sibuk memarahi mereka sambil berkata agar diam supaya aku tidak bangun.
 “Ada apa?” bisikku ketika mendapti mereka berkerumun di depan ruang kerja Ciel.
  Mereka seakan-akan melihat hantu ketika melihatku. Sebastian berada di dalam ruangan kerja Ciel. Aku melihatnya. Ciel tergeletak di lantai. Sebastian tengah menunduk untuk menggendongnya.
 Deg! Jantungku berdetak keras.
“CIEL!” teriakku.
“Nona!” Aschalia memanggilku.
“Nona Cielle, tenanglah” Sebastian berusaha menenangkanku.
 “Nona Cielle, Tuan Muda hanya kelelahan. Sebastian sudah membuatnya tidur agar tidak bekerja lagi” Aschalia berusaha menjelaskan dengan cepat sebelum aku berteriak lagi.
“Apa? Benarkah?” tanyaku.
“Iya, nona.” Aschalia menjawab.
“Ini semua harusnya berjalan lancar kalau ketiga pelayan yang dibawa Tuan Muda Ciel ini tidak histeris” katanya lagi sambil menatap tajam ketiga pelayan yang ia maksud. Mayleen, Finny dan Bard.
“Hiiiii” Finny merasakan aura yang tidak mengenakan ketika Aschalia melototinya.
Ketiga pelayan itu pun kabur.
“Ada ada saja” keluhku.
Aku berbalik melihat ruang kerja Ciel, ada banyak dokumen yang bertumpuk di mejanya.
“itu..” tanganku menunjuk kearah meja kerja Ciel.
“Itu dokumen-sokumen yang belum selesai dicek tuan muda, Nona.” Sebastian menjawab langsung, seakan-akan dapat mambaca pikiranku.
“Oh..”
Aku langsung berpikir, betapa beratnya pekerjaan yang dilakukan Ciel, wajar kalau dia sampai kelelahan.
“Dasar, para orang-orang tua di kerajaan itu tidak bisa mengurus sendiri apa?” aku mengeluh, untuk pertama kalinya aku mengejek keluarga kerajaan.
“Hmph” Sebastian dan Aschalia secara serentak tertawa.
“Iya, ya” kata Aschalia.
“Tapi sebelum itu…” lanjutnya.
“Bisakah kau membawa tuan muda Ciel keruanganya sebelum ia bangun, Sebastian? Berapa lama lagi kau akan mengendongnya seperti Romeo dan Juliet?” Aschalia tersenyum seperti setan.
Aku yakin bulu kuduk Sebastian pasti berdiri.
“Hahahahaha” aku tertawa. Kedua pelayan itu tersenyum melihatku kembali ceria.
“Baik, Nyonya Aschalia” Sebastian membalasnya.
Aku berjalan cepat kearah Sebastian sebelum ia bergerak. Aku mengelus-elus pipi Ciel.
“Kau butuh istirahat Ciel, adikku sayang.” kataku.
“Oh iya” Sebastian tiba-tiba teringat sesuatu.
“Bukankah sama saja kalau hari ini Tuan muda istirahat tapi malam nanti tuan muda harus meladeni Madam Red dan Elizabeth?” guraunya.
Tawa kami pun meledak lagi.
“Sudah, sudah, bawalah Tuan muda Ciel” Aschelia memerintahnya lagi.
Sebastian pun meninggalkan ruangan kerja Ciel.
“Nah.” Aschalia menyambung perkataanya.
“Ada yang harus kita lakukan” katanya sambil mengedip mata padaku.
“Hah? Aschalia?” Aku terkejut dengan perubahan sikapnya secara tiba-tiba.
Matanya mengarah ke tumpukan kertas-kertas kerja yang menumpuk di atas meja kerja Ciel. Aku mengikuti pandangannya.
“Betul.” kataku tersenyum.
Dan kami pun meraih kertas-kertas itu.

***

Ciel terbangun sekitar pukul 7.30 malam, begitu yang kudengar dari Sebastian. Aku dan Aschalia sibuk membereskan pekerjaan Ciel. Begitu banyak menara buku-buku tebal dan kertas-kertas bertumpuk. Akhirnya selsai juga.
Pukul 7.50 malam, Ciel datang keruang kerjanya, begitu melihatku dan Aschalia sudah menyelesaikan pekerjaannya.
“Ya Ampun” katanya, begitu menemukan kami sudah membereskan seluruh pekerjaannya.
“Apa yang kalian lakukan?” tanyanya dingin.
Oh Tuhan, Ciel marah? Kataku dalam hati.
“Aschalia…” panggilnya.
“Ya, Tuan muda?” jawab Aschalia dengan tenang.
“Elizabeth dan Madam Red tengah berada diperjalanan menuju kesini. Kau belum menyiapkan apa-apa?” tanyanya cepat.
“Oh, maaf Tuan muda, Sebastian seharusnya sudah menyiapkannya,…”
“Pergilah...”
“Baik, tuan muda”
Setelah deiperintah, Aschalia langsung meninggalkan ruangan.

***
Madam Red dan Lizzy—nama panggilan Elizabeth tiba tepat waktu setelah aku mengganti pakaian dan membersihkan diri. Lizzy sangat menyukai seluruh benda yang imut dan dia sangat menyukai Ciel—yang katanya paling imut diseluruh dunia, aku hanya tertawa mendengarnya. Begitu sampai, Lizzy langsung melompat dan masuk ke mansion. Madam Red mengikuti dari belakang.
“Selamat datang di Mansion kami, Lady Esel Cordelia Elizabeth Midford” sambut Sebastian begitu Elizabeth masuk.
“Hai Lizzy” sapaku sembari menuruni anak tangga.
“Lady Cielle!” Lizzy langsung menghampiriku dan memelukku di tangga. 
Elizabeh juga sangat suka padaku dan menganggapnya sebagai kakaknya, aku juga sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri.
Detakan hak tinggi Madam Red mulai menggema, ketika ia memasuki ruangan. Sebastian dan Aschalia langsung menyambutnya.
“Selamat datang Madam Red” Aschalia dan Sebastian menyapanya secara bersamaan.
“Aunt Angelina” kataku menghormatinya sambil membungkuk mengangkat gaunku.
“Cielle…Sudah kubilang panggil aku Madam Red saja..”
 Belum sempat aku menjawab, Elizabeth sudah berteriak lagi
 “Ciel!!!” teriaknya sambil menghampiri Ciel
Kadang-kadang aku kasihan melihat Ciel. Elizabeth langsung memeluknya dan memutar-mutasnya seperti boneka.
“Elizabeth!” Ciel protes. Namun Elizabeth tidak akan berhenti sebelum ia puas.
“Aduh” Madam Red memegang kepalanya, pusing dengan kelakuan Elizabeth.
“Madam Red, tuan muda Ciel, nona Cielle dan nona Elizabeth, silahkan” Aschalia mempersilahkan kami untuk menuju ruang makan.
“Ayo Ciel!” Elizabeth menarik tangannya. Ciel hanya bisa pasrah.
Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Madam Red. Aku menatapnya. Tatapan Madam Red seperti marah akan suatu hal.

***
Hidangan malam ini ala Jepang. Sebastian memang hebat dan aku mengakuinya. Dia hampir bisa membuat seluruh masakan dunia. Pilaf udang ala Jepang merupakan menu utama hari ini. Tidak ada wine yang disajikan, karena kami masih kecil—kecuali Madam Red.
“Hohohohoho, aku puas sekali hari ini” Madam Red memulai pembicaraan.
“Pilaf udang ini betul-betul enak, Sebastian, kau hebat..Kenapa tidak bekerja padaku saja?” godanya sambil mengedipkan mata.
“Maaf, Madam Red, saya adalah pelayan keluarga Phantomhive, sampai akhir pun saya tetap pelayan disini.” Sebastian menjawabnya dengan sopan sambil tersenyum.
Madam Red terdiam sejenak
Jamuan makan malam sudah selesai. Mayleen dan Finny bergegas mengangkat piring-piring kotor, seperti yang kalian ketahui, mereka sangat kikuk. Hampir saja piring-piring itu jatuh kalau tidak ada Sebastian yang dengan piawai menangkapnya.
“Mari, saya antar ke kamar kalian, Madam Red dan Nona Elizabeth” Aschalia membungkuk.
“Kalau begitu...” Madam Red berdiri.
Aku tetap merasakan ada hal yang aneh. Madam Red beranjak pergi, Elizabteh memeluk Ciel dan aku sekali lagi sebelum mengikuti Madam Red.
“Selamat malam Lizzy” kataku
“Untukmu juga, Lady Cielle” balasnya ceria.
“Daaah Ciel!” sambungnya dan meninggalkan ruang makan.

***

Ampun! Aku tidak bisa tidur! teriakku dalam hati. Kali ini aku benar-benar tidak mengantuk. Dunia sudah terbalik kali ya, ujarku. Siang bolong aku mengantuk, giliran malam aku malahan tidak bisa tidur.
“Haaah” aku menghela napas.
Aku bangun dari ranjang. Menggeser selimutku ke samping, dan memakai selop disamping ranjangku.
“Kelihatannya aku butuh refreshing malam” tebakku asal.
“Jalan-jalan mungkin bagus”
Aku keluar dari kamarku. Lorong yang menuju kamarku agak terang karena cahaya bulan menembus jendela. Mayleen pasti lupa memasang jendela dengan korden pikirku. Tiba tiba terdengar bunyi detakan sepatu.
Madam..Red? Aku langsung mengenalinya karena bunyi detakan sepatu hak—hanya dia yang memakai sepatu hak tinggi.
“Aah…Cielle? Kenapa masih belum tidur?” tanyanya ketika melihatku.
Aku merasa sedikit takut. Bola mataku membesar dan perasaan tidak enakku langsung bertambah ketika melihat pisau yang berada ditangan Madam Red.
“Madam…Red? Untuk apa pisau itu?” tanyaku penasaran.
“Ah? Ini? Untuk…” tiba-tiba ia berhenti
“Untuk menmbuatmu merah sepertiku” katanya sambil tersenyum.
Apa? Dia gila?
“Kau bercanda Madam?” aku mundur selangkah, hampir saja aku menyenggol guci antik pemberian Ratu.
Senyumnya mengembang
“Tidak, aku…” tangannya mengangkat pisau itu.
Dia serius! Aku langsung lari dari hadapannya.
“Cielle?” panggilnya.
Aku ketakutan, kakiku tak bisa berlari seperti biasanya. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya. Aneh. Madam Red sangat aneh, aku sudah merasakannya sewaktu ia datang.
“Kau tahu?” lanjutnya setelah memanggilku.
“Aku sangat membencimu”
Aku terdiam, berbalik menhadap Madam Red yang sedang berjalan kearahku. Aku seperti disihir, tidsak bisa bergerak.
Ada apa? Bergeraklah! Jeritku dalam hati, kenapa ini?
Madam Red sudah mencapaiku sebelum aku mengangkat kepala. Wajah Madam Red tak terlihat jelas karena cahaya bulan membuatnya terlihat seperti siluet.
“Aku benci sekali padamu, Cielle, karena itu..Mati saja kau!!!” Madam Red mengayunkan pisau itu kearahku.
Argh! Aku menutup mata, bersiap akan sakit yang akan kurasakan.
“AAARGH!”
Suara Ciel? Aku membuka mata, mendapati tangan Ciel penuh dengan darah.
“Ciel!” aku langsung memegang tangannya.
“Hahahaha!” Madam Red tertawa.
“Itu dia! Warna merah yang sangat kusukai!” Ia mengambil ancang untuk menusuk Ciel.
“Hentikaaan!” aku menghalanginya namun Madam Red menendangku.
“Ugh…” aku membentur dinding. Lukisan disampingku langsung jatuh, dan kacanya pecah.
“Ci…”
“Masih mengkhawatirkan kakakmu, Ciel?” Madam Red masih sempat menanyakan pertanyaan pada Ciel.
“Aku sangat membencimu. Tiap kali… KUHARAP KALIAN TAK PERNAH LAHIR!” teriaknya dengan keras.
Jantungku berdegup kencang. Madam…Red..? Kulihat Ciel juga sangat shok mendengar hal itu. Bola matanya membesar. Madam Red langung memanfaatkan kesempatan ini untuk menusuk Ciel. Ciel masih terdiam.
Tidak!
“Ti…” Tidak..aku berusaha bangun.
“Tidak akan kubiarkan!” teriakku. Aku langsung mendorong Ciel mundur dan memasand badanku sebagai tamengnya. Ciel terkejut.
“Hentikan! Aunt Angelina!” teriak Ciel.
Deg!
Melihatku, Madam Red langsung mundur. Mulutnya menganga.
“Ka..kak…” 
Ibu?
Madam Red terlihat sangat terkejut. Tangannya gemetaran.
Klontang! Pisau itu jatuh dari genggamannya.
“Tidak…” Matanya seperti orang kesurupan. Aku dan Ciel melihatnya bertingkah aneh.
“Aunt Angelina!!” teriakku.

***

Hujan deras sekali hari ini. Elizabeth dan Aku berada dalam sebuah gereja. Menghadiri upacara pemakaman. Upacara pemakaman Madam Red. Lilin-lilin berjajar di atas altar persembahan. Kaca-kaca mosaik menghiasi kedua sisi gereja antik itu. Ciel masih belum datang, mungkin ia terlambat. Kami semua sedang menunggunya.
 “Madam Red…” suaraku bergetar. Disampingku, Elizabeth sedang menangis, air matanya terus mengalir, dibelakang kami ada Sebastian, Aschalia, Mayleen, Finny dan Bard. Aku ingin menangis. Air mata sudah berkumpul dipelupuk mataku. Ini kedua kalinya kami kehilangan orang yang berharga. Air mataku akhirnya jatuh.
Malam itu, ketika Madam Red akan membunuh kami, tiba-tiba ia melihat bayangan ibu dalam diriku—katanya aku mirip sekali dengan ibu. Setelah mengatakan hal itu, Madam Red mengambil pisaunya dan menggorok lehernya sendiri. Aku dan Ciel terkejut. Ciel langsung menghampiri Madam Red. 
Madam Red menangis. Mulutnya penuh darah. Dan ia menceritakannya, hal yang membuatnya ingin membunuh kami.
“Ciel...Cielle...Maafkan aku…”
“Panggil Sebastian!” Ciel memerintahkanku. Aku langsung berdiri meskipun peruku sakit karena ditendang.
“Tidak, kumohon, aku …”
Aku langsung terdiam. Kurasa aku tak punya pilihan lain. Tapi..tapi Madam Red sekarat!
“Pertama kali aku bertemu dengan Earl, ayahmu…Aku…langsung menyukainya…Ia sangat baik”
Kami berdua terdiam mendengarkannya.
“Earl..memujiku snagat cocok dengan warna merah…karena itu..aku selau memakai warna merah…tapi…”
“hanya aku sendiri yang memendam perasaan ini..kalian tahu? Betapa sakit hatiku ketika mendengar Earl akan menikahi kakakku…” lanjutnya.
Aku langsung merasa bersalah. Rasa bersalah ini langsung mengerogoti hatiku. Tidak enak rasanya. Sakit.
“a..ku…akhirnya…menyerah dan menikahi pria lain..namun…aku masih menyukainya…Ciel..Cielle…ugh...”
“Bertahanlah!” Ciel berteriak.
“Sebas..!” 
Begitu aku ingin berdiri, tangan Ciel langsung menyuruhku duduk lagi.
“seharusnya…aku bahagia dengan suamiku, tapi…lagi..lagi…mereka berdua meninggal dalam kecelakaan kereta…”
“Mereka..berdua?” tanyaku
“Bayiku…Sekarang tinggalah aku sebatang kara…tapi kakak selalu menyemangatiku…ketika aku melihatnya bahagia bersama kalian…aku merasa sangat bersalah karena menyukai Earl.., lalu…kebakaran itu merenggut mereka lagi dariku..”
Madam Red mulai kehilangan kesadaran…Tidak seperti cahaya bulan yang selalu bersinar terang. Matanya mulai sedikit menutup. Aku tahu pandangannya sudah mulai pudar. Darahnya mengalir…
“Ketika aku mengetahui kalian selamat, aku sangat senang…sekaligus benci karena kalian anak Earl…ternyata…rasa sayangku pada kalian mengalahkan rasa benciku…” katanya terbata-bata
“Ma…Madam…” aku mulai menangis. Ciel dan aku mengenggam tangannya yang penuh darah. Kami tak peduli noda darah itu akan mengotori kami. Tapi…tapi..
“Kami…juga sangat menyayangi Madam Red..” 
Senyumnya sedikit mengembang
“Jagalah…Eli..za…” 
Matanya pun tertutup, sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Hatiku sakit. Sakit sekali. Untuk kedua kalinya, kami melihat orang yang berharga bagi kami meninggal didepan kami, sama seperti Ayah dan Ibu.

***
Ternyata Aunt Angelina menyukai Ayah…

Krieeeeet 
Bunyi pintu gereja terbuka. Kami semua menoleh. Ciel muncul diambang pintu dengan membawa bunga mawar merah dan…sebuah gaun merah. Ia berjalan melewati lorong kerumunan para orang yang melayat. Elizabeth dan aku memandangnya aneh.
Para pelayat mulai berbisik-bisik
“Upacara pemakaman membawa mawar merah? Lancang sekali..!”
“Tapi, Madam itu sangat menyukai warna merah.”

Ciel terus berjalan sampai pada peti mati disamping kami. Ia membungkuk dan memberikan mawar merah dan menutup gaun putih yang dipakai Madam Red dengan gaun merah yang dibawanya sebagai penghormatan terakhir.
“Ternyata warna merah adalah warna yang paling cocok untukmu…” kata ciel sambil tersenyum pahit.
Aku menyaksikan pemandangan itu. Ciel sangat mirip dengan Ayah…Aku tak bisa merasakan bagaimana perasaan Madam Red ketika melihat Ciel…
Lalu aku menutup mata. Terbayang saat-saat kecil kami dengan Aunt Angelina disamping kami. Menjaga kami, dan mengajak kami bermain. Aunt Angelina juga senang bernyanyi untuk kami. Lagu itulah yang selalu mengingatkan kami padanya…

“London Bridge is falling down, falling down, falling down. Londong Bridge is falling down, my fair lady.”

Dan lagu itu pula yang mengakhiri kenangan manis diantara kami.
Selamat jalan, Aunt…Tidak..Madam Red, bisikku hampa.

Selesai

wat do ya think?

sudah saya update terakhirnya jadi agak detil *iyo po?*

0 comment:

Posting Komentar